Sunday 6 November 2016

“ Dibohongi pakai surat Al-Maidah : 51 ”
Basuki T. Purnama, Gubernur DKI Jakarta Nonaktif sekaligus salah satu GTT (Gubernur Tidak Terpuji).

  Anda pernah dituduh berbohong? Bagaimana rasanya ketika Anda yang berkata jujur, tiba-tiba difitnah dan dianggap telah berbohong. Pasti rasanya sakit. Lebih sakit dari seorang pria yang melihat kekasihnya berjalan dengan pria lain lalu esoknya diputus oleh sang pacar karena seingkuhannya lebih kaya dan lebih tampan.

  Bayangkan jika Anda dituduh berbohong menggunakan ayat dari kitab suci miliaran umat manusia. Rasanya lebih sakit, bukan? Ayat-ayat Tuhan dituduh sebagai alat kebohongan demi kekuasaan di sebuah provinsi yang luasnya bahkan lebih kecil dari Pulau Madura. Ketika saya mendengar kabar itu pertama kali, saya sedang dalam perjalanan menuju tempat les Bahasa Inggris yang dikelola oleh seorang Tionghoa. Sepanjang saya menimba ilmu di tempat tersebut, tidak pernah saya mendengar sang pengelola les menistakan agama yang saya anut. Saya yakin jutaan orang beretnis sama dengan sang penista agama juga tak pernah menistakan agama lain.

  Kebencian yang begitu kuat seolah muncul dari mulut Gubernur asal Belitung itu. Entah apa yang menyebabkan kebencian itu. Mungkin saja ada seorang muslim yang dulu berhutang kepadanya, atau kepada ayahnya, atau pada kakeknya yang diimpor langsung dari Tiongkok, dan si pengutang tidak kunjung membayar hutangnya hingga kini, entahlah. Bisa juga karena dia merasa terancam oleh lawan-lawannya pada Pilkada 2017 yang lebih ramah kepada rakyat dan umat Islam. Calon gubernur lain yang tidak pernah sekalipun menggadaikan tanah rakyat dengan keuntungan dari pengembang proyek atau rumah di Pantai Mutiara yang dilengkapi yacht dan lift yang bisa naik-turun dengan super cepat. Secepat Pos Indonesia mengantarkan paket dari online shop. Teori yang terakhir, mungkin dia lelah. Lelah dengan ancaman dari warga Luar Batang, lelah dengan permainan politik kotor yang dia lakukan. Lelah dengan berbagai permintaan dari istrinya, Veronica Tan. Lelah akibat terlalu sering bekerja hingga tak berani menyanggupi ajakan Agus Yudhoyono untuk lari keliling Jakarta. Jika memang dia lelah, saya harap dia segera menghubungi dokter bedah. Karena lelah bisa mengakibatkan wasir. Sungguh tidak keren kalau seorang gubernur terpaksa mundur karena wasir. Bicara soal wasir, kumis sang wakil gubernur saya rasa sedikit mirip dengan luka ambeien.


  Tujuan aksi damai 4 November hanyalah agar pelaku penistaan agama itu diproses. Tidak lebih dari itu. Jika ada yang berkata aksi tersebut ditunggangi aktor politik atau bertujuan untuk menjatuhkan presiden, saya rasa tidak sama sekali. Presiden terlalu mahal untuk dijatuhkan. Karena ia seperti guci keramik berlapis emas dan berlian yang berisi satu ton daging kebab. Sangat berharga. Sedangkan jutaan rakyat yang turut serta dalam aksi itu hanyalah kumpulan satpam yang tidak ingin guci mahalnya terjatuh. Kecuali guci itu menjatuhkan diri demi seekor tikus got yang lahir dari keluarga penambang timah dan tinggal di pantai penuh mutiara. Semoga saja guci itu tidak mengorbankan dirinya demi si tikus.



  Sayangnya, guci berlapis emas dan intan itu hanyalah  guci pengecut yang tidak menghargai jasa satpam yang telah menjaganya selama ini. Guci itu malah berjalan-jalan ke tempat yang sangat tidak penting. Dia malah berupaya kabur lewat pintu ke mana saja milik Angkasa Pura. Guci mahal itu tidak tahu, sebenarnya sang satpam masih ingin menjaganya, namun sang guci sudah terlalu patuh pada pembelinya, seorang nenek kaya yang selalu berbaju merah. Apapun yang dikatakannya, selalu ia patuhi. Termasuk menjaga tikus got yang sering menyusahkannya. Saya tidak tahu akan seperti apa ending-nya. Prediksi saya, guci mewah dan tikus got itu akhirnya sama-sama sial dan sang satpam berhasil mengusir nenek kaya berbaju merah dari rumahnya.

0 comments:

Post a Comment