Sunday 24 July 2016

  Nenek saya khawatir. Entah benar-benar khawatir atau khawatir imitasi, yang jelas beliau mengatakan kekhawatirannya terhadap saya. “Nenek itu khawatir sama pergaulan anak zaman sekarang. Kejahatan terhadap anak semakin meningkat, orang-orang mabuk dan berbuat kriminal juga terus muncul. Nenek cemas sama masa depanmu. Kamu itu laki-laki, nanti akan menikah dan punya anak. Kamu bakal memanggul tanggung jawab besar. Kamu yang paling nenek khawatirkan sekarang. Kalau cucu-cucu nenek yang lain, mereka semua perempuan. Kalau sudah dewasa nanti, mereka bisa jadi ibu rumah tangga dan dapat menggantungkan hidup mereka pada suaminya masing-masing. Sedangkan kamu, kamu harus menghidupi sebuah keluarga. Nenek benar-benar khawatir,” saya terdiam, sambil memandangi wajah nenek saya dengan mulut menganga disertai air liur yang menetes perlahan. Saya sengaja mengatur wajah saya sedemikian rupa agar nenek merasa tidak nyaman segera menghentikan pembicaraan tentang rasa khawatirnya dan beranjak pergi dari hadapan saya.

  Namun, saya gagal. Nenek saya tetap berdiri di depan saya sambil memperlihatkan wajah curiga setengah marah. Saya masih bergeming dengan ekspresi wajah yang sama. Sebenarnya saya ingin menyanggah sebagian ucapan nenek. Begini kata-kata sanggahan yang saya siapkan:
“Nek, saya kan, nanti juga akan menikah. Tapi menikahnya dengan perempuan yang keluarganya kaya raya. Supaya saya bisa jadi bapak rumah tangga. Biar keluarga istri saya yang menghidupi saya dan anak-anak nanti. Nenek seharusnya lebih khawatir pada cucu perempuan. Karena angka kejahatan terhadap perempuan semakin meningkat, nek. Kewaspadaan harus ditingkatkan. Bang Napi sudah tidak pernah muncul lagi, Nek. Padahal, hanya dia yang bisa menancapkan kewaspadaan yang begitu mengakar di Indonesia. Para pemimpin di negeri ini sudah tidak bisa diandalkan kalau menyangkut masalah kriminal pada wanita. Lihat itu Gubernur yang sekarang sedang mereklamasi daerahnya, dia bilang kalau bir itu kadar alkoholnya rendah. Tidak sampai 5 persen. Nenek tahu kan, kasus Yuyun di Bengkulu, para pelaku itu minum tuak yang kadar alkoholnya hanya 4 persen, tapi mereka bisa mabuk hingga melakukan kejahatan keji.”

  Sebenarnya kalimat tentang “gubernur yang mereklamasi” itu sengaja saya selipkan untuk menyindir nenek saya yang pro dengan sosok sang gubernur. Namun, semua kata-kata tadi tidak jadi saya ungkapkan. Saya takut nenek saya marah dan menggigit saya. Bisa-bisa saya berubah menjadi drakula nenek-nenek. Selain itu, saya juga takut nenek saya mengamuk dan berubah menjadi Kung Fu Panda.


  Pendapat seorang nenek memang tidak selamanya benar. Terkadang nasihat-nasihat nenek cukup bermanfaat dan baik jika dilakukan. Tak jarang pula petuah nenek-nenek yang kurang bermanfaat dan bersifat destruktif. Jika nenek menasihati cucunya agar tidak bermain di luar rumah saat petang hingga malam hari, kemungkinan nasihat itu benar karena banyak peristiwa kriminal yang terjadi pada malam hari. Namun,lain ceritanya jika perintah seorang nenek kepada seorang presiden untuk memasukkan putri sang nenek ke kabinet pemerintahan atau memaksa presiden untuk menambah libur nasional hanya karena sebuah pidato tanpa judul yang dikemukakan oleh sang ayah. Selain itu, perilaku nenek yang memiliki tahi ayam di bawah bibir kanannya itu memang sangat aneh. Dalam struktur pemerintahan, dia tidak memegang jabatan apapun. Namun, setiap acara kenegaraan seperti Konferensi Tingkat Tinggi, ulang tahun organisasi pemerintahan, hingga peringatan hari besar nasional selalu dihadirinya dan amat sering duduk bersebelahan dengan presiden.


  Manusia tidak pernah luput dari kesalahan. Tidak ada manusia yang sempurna. Tidak ada pula nenek yang sempurna. Nenek saya hanya seorang manusia yang sedikit pelupa menjelang pikun dan terkadang menyebalkan. Tapi dia tetap nenek saya. Sejak dulu, saya memiliki keinginan untuk ganti nenek. Namun keinginan itu saya urungkan hingga kini karena nenek saya masih rutin memberi uang untuk saya. Jika saja nenek saya pelit, mungkin saya telah menggantinya dengan yang lebih segar, kaya raya, baik, tidak menyebalkan dan tidak bau tanah.  Semoga Indonesia dijauhkan dari godaan nenek yang terkutuk dan hobi mengatur presiden.

0 comments:

Post a Comment