Sunday 7 December 2014

  Selama 69 tahun berdiri, Indonesia mengalami banyak perubahan di bidang pendidikan. Mulai dari kurikulum, guru, siswa, sampai seragam pun mengalami perubahan. Dulu, guru mengajar dengan kapur, papan tulis hitam, penggaris panjang, plus wajah seram bak Suzanna yang lagi kesurupan. Sekarang, guru mengajar dengan komputer, proyektor LCD, smartphone, komputer tablet, plus wajah menyenangkan yang  terkadang menyebalkan.

  Dulu, siswa datang ke sekolah membawa buku, pensil, pulpen, penggaris, dan rautan pensil yang ada cerminnya dan biasa digunakan untuk melihat celana dalam siswa perempuan. Sekarang, siswa tidak hanya membawa peralatan menulis, tapi juga membawa smartphone, laptop, komputer tablet, plus rautan pensil dengan cermin yang masih digunakan untuk keperluan yang sama.

  Dulu, sekolah adalah tempat untuk mencari ilmu. Sekarang, sekolah tidak hanya untuk cari ilmu, tapi juga untuk cari pacar, cari uang, cari lagu baru, cari makan gratisan, dan cari-cari yang lain. Selain itu, sekolah dulu identik dengan guru yang menyeramkan, PR yang banyak, pelajaran yang susah. Sekarang, sekolah tetap identik dengan semua yang saya sebutkan di atas.

  Saya berangkat ke sekolah juga tidak sepenuhnya untuk mencari ilmu, tapi juga untuk melihat siswa cantik yang membuat saya bersemangat ketika masuk sekolah. Selain siswa catik, saya juga sering mengamati guru-guru. Terutama guru yang masih muda dan cantik. Maklum, sekolah saya dipenuhi guru-guru tua, menyeramkan dan badannya bau balsam. Di sekolah saya juga banyak guru yang malas mengajar. Pernah suatu ketika, guru saya datang ke kelas dengan membawa satu piring pecel dan memakannya di kelas. Baru setelah makan beliau mengajar, namun, hanya 10 menit mengajar, guru olahraga ini pergi ke kantin hingga waktu pelajaran usai. Ada pula guru yang membawa satu bundel majalah wanita dan membacanya di kelas hingga waktu pelajaran berakhir. Tanpa sedikitpun mengajar atau bahkan memberi tugas.

 
mantan menteri pendidikan yang lagi pusing
gara-gara permasalahan pendidikan yang dibuatnya sendiri

  Yang tidak boleh dilupakan dari sekolah adalah para wali murid. Di sekolah saya ada berbagai macam wali murid. Mulai dari wali murid miskin yang pakaiannya bau amis sampai wali murid kaya yang bau parfumnya mirip bau kentut. Wali murid yang saya amati biasanya ibu-ibu atau wali murid perempuan. Ada ibu-ibu yang dandanannya modis, pakaiannya wangi, bersih, tapi wajahnya jelek stadium 4. Ada pula ibu-ibu yang masih muda, cantik, kulitnya putih, mulus, tubuh molek, tapi sayang, suaranya kayak bapak-bapak. Jika ada wali murid yang cantik, biasanya saya amati terus orangnya. Terkadang, saya betah berlama-lama di sekolah hanya untuk melihat wali murid yang cantik. Biasanya, kalau ibunya cantik, anaknya juga cantik. Tapi, itu tidak selalu berlaku. Ada wali murid yang cantiknya luar biasa hingga membuat air liur saya menetes hingga satu ember, tapi wajah anaknya hancur luar biasa hingga membuat saya ingin meminum air liur saya yang satu ember itu. Ada pula wali murid yang jeleknya tidak bisa diukur dengan apapun karena saking jeleknya, tapi anaknya cantik maksimal.


  Di akhir tulisan ini, saya hanya ingin berpesan kepada seluruh siswa dan wali murid agar selalu menjaga kesehatan dan bagi wali murid dan siswa perempuan yang wajahnya kurang cantik, pas-pasan atau bahasa kasarnya, jelek, ingatlah bahwa orang jelek itu sangat banyak di dunia ini, dan jika orang jelek bersatu, maka terbentuklah suatu rasa persatuan yang didasari oleh solidaritas sesama orang jelek. Bersatulah orang jelek!

0 comments:

Post a Comment