Friday 21 November 2014

  Kata orang, hidup adalah pilihan, neraka atau surga adalah pilihan, bahkan, pilihan adalah pilihan. Dalam hidup ini, saya acapkali dihadapkan pada beberapa pilihan. Bahkan, hampir setiap hari saya dihadapkan pada pilihan-pilihan yang bakal menentukan nasib saya. Sebagai contoh, ketika lahir, saya dihadapkan pada 2 pilihan, ingin memiliki wajah tampan, atau wajah jelek. Karena saya suka membantu sesama, saya memilih untuk memiliki wajah jelek karena saya ingin membantu orang-orang di luar sana agar tidak merasa minder dengan wajahnya karena wajah mereka pasti lebih baik dari wajah saya. Dan, saya bersyukur harapan saya terwujud, orang-orang yang telah melihat wajah saya menjadi tidak minder dengan wajah yang mereka miliki. Tapi malah saya yang jadi minder dengan wajah saya sendiri.

  Beberapa waktu yang lalu, saya bertemu dengan seorang teman yang mengaku teman saya. Sebut saja namanya Toni (sepertinya bukan nama sebenarnya). Ia adalah teman saya semasa SMP. Meskipun 2 tahun sekelas dengan saya, usianya lebih tua satu tahun dari saya, oleh sebab itu Ia telah mendapat hak pilih dalam pilpres 2014. Saya bertanya kepada Toni, “Ton, pilpres kemarin kamu milih siapa?” “Aku milih yang nggak pakai peci.” “Kenapa? Perasaan yang pakai peci juga sama bagusnya dengan yang tidak berpeci.” Toni memandang wajah saya seperti dia memandang wajah tukang parkir di depan sekolahnya, Ia lantas berkata, “Soalnya yang pakai peci itu ngasih kaos ke aku.” “Emangnya yang pakai peci nggak ngasih kaos ke kamu?” “Nggak, soalnya mereka nggak kampanye ke deket rumahku.” Toni kembali memandang wajah saya seperti saat dia diare di sekolah. Saya lantas bertanya kepada Toni, “Emangnya kaos kampanye mau kamu buat apa?” “Kaos kampanye mau aku jual ke OLX, berniaga, kaskus. Kan lumayan, hasilnya bisa dibuat jajan.” Saya semakin heran dengannya, ketika saya terheran-heran hingga heran Toni pun ikut heran dengan keheranan saya, tiba-tiba Toni berkata dengan nada tinggi, “Heh, Basil, kamu ngelamun ya, kok sampai tidak berkedip gitu. Basil, aku pergi dulu, aku mau beli ciloknya Pak Wawan.” “Pak Wawan? Pak Wawan kan sekarang udah nggak jual cilok.” “Lha terus, Pak Wawan kerja apa sekarang?” “Pak Wawan sekarang jualan kaos kampanye online!” Ucap saya dengan nada tinggi. Saya sewot dengannya karena alasannya memilih presiden hanya karena kaos.



  Selain cerita di atas, banyak sekali orang yang memilih seseorang karena hal sepele. Ada yang karena upilnya sedikit, ada yang karena bau kentutnya harum, ada pula yang karena tidak suka dengan Rhoma Irama. Untuk alasan yang saya sebutkan terakhir, itu memang terjadi. Saya kenal dengan orang yang memilih salah satu capres karena tidak suka dengan Rhoma Irama. Aneh memang, mungkin Ia tidak suka dengan bulu dada Rhoma, atau mungkin karena poligaminya, atau mungkin karena bulu dadanya berpoligami, entahlah. 

0 comments:

Post a Comment