Kata orang, hidup adalah pilihan, neraka atau surga
adalah pilihan, bahkan, pilihan adalah pilihan. Dalam hidup ini, saya acapkali
dihadapkan pada beberapa pilihan. Bahkan, hampir setiap hari saya dihadapkan
pada pilihan-pilihan yang bakal menentukan nasib saya. Sebagai contoh, ketika
lahir, saya dihadapkan pada 2 pilihan, ingin memiliki wajah tampan, atau wajah
jelek. Karena saya suka membantu sesama, saya memilih untuk memiliki wajah
jelek karena saya ingin membantu orang-orang di luar sana agar tidak merasa
minder dengan wajahnya karena wajah mereka pasti lebih baik dari wajah saya.
Dan, saya bersyukur harapan saya terwujud, orang-orang yang telah melihat wajah
saya menjadi tidak minder dengan wajah yang mereka miliki. Tapi malah saya yang
jadi minder dengan wajah saya sendiri.
Beberapa waktu yang lalu, saya bertemu dengan seorang
teman yang mengaku teman saya. Sebut saja namanya Toni (sepertinya bukan nama
sebenarnya). Ia adalah teman saya semasa SMP. Meskipun 2 tahun sekelas dengan
saya, usianya lebih tua satu tahun dari saya, oleh sebab itu Ia telah mendapat
hak pilih dalam pilpres 2014. Saya bertanya kepada Toni, “Ton, pilpres kemarin
kamu milih siapa?” “Aku milih yang nggak pakai peci.” “Kenapa? Perasaan yang
pakai peci juga sama bagusnya dengan yang tidak berpeci.” Toni memandang wajah
saya seperti dia memandang wajah tukang parkir di depan sekolahnya, Ia lantas
berkata, “Soalnya yang pakai peci itu ngasih kaos ke aku.” “Emangnya yang pakai
peci nggak ngasih kaos ke kamu?” “Nggak, soalnya mereka nggak kampanye ke deket
rumahku.” Toni kembali memandang wajah saya seperti saat dia diare di sekolah.
Saya lantas bertanya kepada Toni, “Emangnya kaos kampanye mau kamu buat apa?”
“Kaos kampanye mau aku jual ke OLX, berniaga, kaskus. Kan lumayan, hasilnya
bisa dibuat jajan.” Saya semakin heran dengannya, ketika saya terheran-heran
hingga heran Toni pun ikut heran dengan keheranan saya, tiba-tiba Toni berkata
dengan nada tinggi, “Heh, Basil, kamu ngelamun ya, kok sampai tidak berkedip
gitu. Basil, aku pergi dulu, aku mau beli ciloknya Pak Wawan.” “Pak Wawan? Pak
Wawan kan sekarang udah nggak jual cilok.” “Lha terus, Pak Wawan kerja apa
sekarang?” “Pak Wawan sekarang jualan kaos kampanye online!” Ucap saya dengan
nada tinggi. Saya sewot dengannya karena alasannya memilih presiden hanya
karena kaos.
Selain cerita di atas, banyak sekali orang yang memilih
seseorang karena hal sepele. Ada yang karena upilnya sedikit, ada yang karena
bau kentutnya harum, ada pula yang karena tidak suka dengan Rhoma Irama. Untuk
alasan yang saya sebutkan terakhir, itu memang terjadi. Saya kenal dengan orang
yang memilih salah satu capres karena tidak suka dengan Rhoma Irama. Aneh
memang, mungkin Ia tidak suka dengan bulu dada Rhoma, atau mungkin karena
poligaminya, atau mungkin karena bulu dadanya berpoligami, entahlah.
0 comments:
Post a Comment