Ketika Anda membaca judul di atas, Anda pasti penasaran.
Apa maskud dari judul tersebut. Jujur, waktu saya menuliskan judul di atas,
saya sedang tidak ada ide. Saya akhirnya memutuskan untuk memakai judul itu. Walaupun
sebenarnya saya tidak tahu makna dari judul yang saya buat. Judul saya buat
seperti itu hanya untuk keren-kerenan saja. Siapa tahu Pak Presiden melhat
judul tulisan ini, lalu mengundang saya datang ke istana untuk makan durian
seperti yang pernah dilakukan oleh nenek-nenek ketua parpol yang mengundang
para menteri makan durian di kantornya. Intinya, saya hanya ingin diajak makan
durian karena sudah bertahun-tahun saya tidak makan durian.
Saya tidak tahu apakah Pak Presiden suka dengan durian.
Karena banyak orang yang benci atau bahkan phobia
dengan durian. Mencium baunya saja sudah muntah-muntah, kejang-kejang,
kesurupan, sesak napas, pneumonia, talasemia, hemofilia, leukimia, musikimia,
dan hal-hal ilmiah yang lain. Semoga saja Pak Presiden suka dengan durian agar
saya bisa mendapat kesempatan untuk makan durian bersama beliau. Saya harap
durian juga suka dengan Pak Presiden sehingga terjadi hubungan jiwa yang kuat
antara durian dan presiden. Saya juga membayangkan kalau Pak Presiden berjualan
durian. Pasti duriannya akan sangat low
profile, merakyat, dan sabar. Saking low
profile-nya, hingga durian Pak Presiden nanti tidak ada durinya. Karena
durian-durian itu takut dianggap sombong kalau durinya banyak.
Saya tahu, seluruh penjual durian di luar sana pasti
punya harapan besar kepada Pak Presiden. Mereka berharap Indonesia bisa maju,
sejahtera, damai, adil dan makmur. Selain itu mereka pasti berharap dunia
perdurianan di Indonesia semakin berkembang. Bahkan, saya sebagai penikmat
durian memiliki harapan besar kepada durian-durian di Indonesia. Salah satunya
harapan agar durian kita semakin modis. Salah satu contoh durian modis adalah
durian yang durinya berbentuk mohawk
atau gimbal. Bisa juga durinya dibentuk seperti model poni Andhika. Barangkali
kalau durian kita sudah modis, ada desainer baju yang menawarkan para durian
itu untuk menjadi model busana keluaran terbaru.
Kembali lagi ke masalah judul, ketika menulis tulisan ini
saya sedang mendengarkan lagu-lagu era 90-an yang terkenal. Salah satunya lagu Jangan Tutup Dirimu yang dipopulerkan
oleh Om Andre dan grupnya, Si Tongky. Lagu
tersebut benar-benar menginspirasi saya hingga saya membuat judul tulisan yang
mirip dengan judul lagu itu. Bedanya, dalam tulisan ini saya tidak akan
membahas soal percintaan. Saya sudah terlalu ngenes kalau masalah cinta.
Maklum, 16 tahun jomblo. Saya di sini hanya akan membahas masalah sosial yang
terjadi di negeri ini. Negeri tempat Vicky Prasetyo dan Andhika lahir.
Pak Presiden, saya tahu kalau banyak rakyat Indonesia
yang sudah sangsi dengan kepemimpinan Anda. Orang-orang itu menilai Anda sudah
disetir oleh kepentingan elite parpol sekaligus kepentingan nenek-nenek yang
sukanya pakai baju merah dan punya tahi kucing, eh, tahi lalat di bawah
mulutnya. Saya sebenarnya juga meragukan jiwa kepemimpinan bapak. Tapi saya
masih bisa menunggu ketegasan bapak sebagai pemimpin walau harus menunggu lima
tahun lagi ketika masa jabatan bapak habis. Saya tahu kalau terkadang tulisan
saya terlalu keras mengkritik bapak. Tapi itu demi kebaikan seluruh rakyat di
negeri ini. Saya harap bapak tidak menutup diri terhadap semua peristiwa yang
terjadi belakangan ini. Coba Pak Presiden lihat, betapa banyak rakyat dan
penjual durian yang menjerit ketika harga beras melambung tinggi dan harga BBM
tidak stabil. Silahkan bapak amati bagaimana perasaan bahagia di hati para
koruptor ketika lembaga antirasuah dikriminalisasi. Para polisi kotor juga
pasti merasakan hal yang sama. Saya sudah muak dengan semua itu, Pak. Saya
hanya tidak ingin NKRI yang (katanya) harga mati ini dihancurkan oleh
manusia-manusia calon penghuni neraka. Saya masih punya harapan besar kepada
Pak Presiden. Terutama harapan soal makan durian bersama.
Daripada tulisan ini jadi terlalu panjang dan
menyedihkan, saya tutup saja dengan satu kalimat yang sangat mewakili uneg-uneg
saya:
“Jangan
tutup dirimu, Pak Presiden,”
0 comments:
Post a Comment