Monday 23 June 2014

  Jika Anda sudah membaca judul di atas, berarti Anda telah membacanya. Jika belum, bacalah terlebih dahulu. Mungkin Anda akan teringat pada salah satu lirik lagu yang dipopulerkan oleh salah satu legenda musik Indonesia, Iwan Fals. Memang judul di atas adalah potongan kecil dari lirik lagu “Air Mata Api” Lagu tersebut memang menceritakan air mata yang membara seperti api. Bagaimana bisa, air mata membara seperti api? Bisa saja, buktinya, lagu tersebut populer di kalangan pemuda yang sudah uzur. Dalam pengartian secara luas, orang sisa-sisa adalah orang yang tidak diperhatikan. Bahkan, saking tidak diperhatikannya mereka, mereka  juga tidak memperhatikan dirinya sendiri. Tidur di emperan toko, makan dari makanan ikan, sholat di emperan masjid, bahkan mandi di sungai, turun ke sawah, menggiring kerbau sampai ke kandang. Mereka juga bukanlah orang yang meminta hal yang macam-macam. Mereka hanya mau hidup yang layak selayak-layaknya layak.

  Apa yang membuat mereka hidup seperti itu? Banyak faktor yang membuat mereka hidup dengan penuh keterbatasan. Faktor pertama, karena mereka hidup miskin. Mengapa miskin? Karena mereka tidak kaya, Mengapa tidak kaya? Karena mereka miskin. Faktor kedua, karena kebutuhan hidupnya tidak tercukupi. Bahkan, saking tidak tercukupinya, mereka mencukup-cukupkan kecukupan hidup mereka yang sebenarnya kurang cukup untuk dicukupkan. Faktor ketiga, karena lingkungan sekitar. Banyak orang yang menjadi orang sisa-sisa karena lingkungan mereka tidak menghendaki mereka untuk hidup di lingkungan tersebut. Contohnya yang terjadi di India. Di India, ada sebagian kecil orang yang berkasta sudra terpaksa hidup di tengah hutan karena pekerjannya dianggap hina, memburu tikus. Padahal, kasihan tikusnya, mereka sudah susah-susah hidup dan mencari nafkah di dunia hingga nafkahnya pun di bawah UMR. Eh, malah dibunuh oleh manusia. Faktor keempat, karena pilihan. Di sebagian wilayah di Australia dan beberapa negara Eropa, ada sekelompok orang yang menyebut diri mereka freegan. Mereka adalah orang yang mencari makan dari tong sampah. Mereka melakukannya karena menghindari penggunaan uang yang dianggap sudah keterlaluan sehingga banyak orang menjadi konsumtif, deduktif, induktif, fiktif, bahkan reaktif. Mereka bahkan ada yang bisa berkeliling dunia tanpa uang. Mereka akan bekerja serabutan dalam perjalanan tanpa dibayar uang. Mereka hanya mau dibayar makanan dan bensin. Selain kaum-kaum di atas, sesungguhnya banyak orang sisa-sisa yang tidak bisa saya sebutkan karena memang saya tidak tahu.


  Lantas, bagaimana cara mengurangi jumlah orang sisa-sisa? Tidak ada cara yang pasti untuk mengurangi jumlah orang sisa-sisa. Karena tidak semua orang sisa-sisa menjadi seperti itu karena terpaksa. Jika memang sudah pilihan mereka, orang lain tidak bisa berbuat apa-apa. Yang harus ditekan adalah orang sisa-sisa karena himpitan hidup. Salah satu cara menekannya adalah dengan mengurangi koruptor yang korupsi sehingga korupsi dari koruptor berkurang dan para koruptor tak lagi korupsi karena mereka sudah tidak jadi koruptor yang korupsi. Jadi, hiduplah dengan jujur tanpa korupsi karena daripada hujan emas di negeri orang, lebih baik hujan upil di negeri sendiri.

0 comments:

Post a Comment