Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), Rasio laki-laki
dan perempuan di Indonesia adalah 100,70 atau 100 perempuan banding 101
laki-laki pada tahun 2010. Jika total penduduk Indonesia adalah 245,1 juta
jiwa, maka jumlah laki-laki akan surplus begitu banyak dibanding perempuan.
Saya menggunakan istilah “begitu banyak” karena saking banyaknya hingga saya
tak bisa menghitungnya, bukan karena jumlahnya terlalu banyak, melainkan karena
saya tidak menguasai matematika. Ketika sekolah, nilai 5 adalah nilai yang
terlalu baik buat saya. Saya lebih suka mendapat nilai 4 daripada 5. Karena
nilai 4 untuk pelajaran matematika bagi saya adalah sesuatu yang realistis.
Nilai 5 adalah suatu kebohongan, atau kadang bentuk rasa kasihan guru kepada
saya.
Kembali ke soal rasio penduduk, jika jumlah di atas tetap
stabil dan tidak mengalami peningkatan atau pengurangan, maka Indonesia akan
mengalami ledakan jumlah pria jomblo pada tahun 2025. Akan ada ribuan, bahkan
mungkin jutaan, pria jomblo di negeri Setya Novanto ini. Pria jomblo akan
menjadi terlalu banyak hingga kejombloan menjadi tren untuk para pria. Sama
seperti pomade atau kemeja kotak-kotak. Tren menjadi pria jomblo membuat kaum
adam berlomba-lomba untuk berpakaian, bergaya, dan berperilaku sejelek dan
semiskin mungkin. Agar tak ada perempuan (terutama perempuan materialistis atau
matre) yang ingin mendekati. Pasar loak akan menjadi tempat nongkrong yang
sangat ramai dikunjungi oleh lelaki yang sangat ingin mengikuti tren jomblo.
Jauh lebih ramai dari kafe dengan koneksi wifi
super cepat. Pakaian bekas akan menjadi simbol para lelaki dan akan menjadi
simbol yang lebih terkenal dari susu L-men dan Harley Davidson. Minyak wangi
dengan aroma maskulin tidak akan laku di pasaran. Kaum adam lebih memilih mengharumkan
tubuh dengan Baygon atau kamper dengan
berbagai merek agar tidak ada perempuan yang mau melirik. Masih banyak
peristiwa tidak mengenakkan jika memang menjadi jomblo adalah tren bagi lelaki.
Semua hal di atas bisa diatasi dengan satu cara mudah.
Dengan rasio 101 laki-laki untuk 100 perempuan, ada satu fenomena sosial yang
wajib diwaspadai atau bahkan ditekan. Fenomena tersebut adalah pernikahan (atau
pengumpulan kerbau) perempuan WNI dengan pria WNA. Walaupun saya bukan orang
yang anti dengan hubungan antar bangsa atau antar ras, apa daya, Indonesia
sedang mengalami darurat pria jomblo. Selain kejombloan yang akan jadi tren
bagi lelaki, masih ada hal lain yang patut diwaspadai dari ledakan pria jomblo.
Akan ada banyak fakir cinta di kalangan laki-laki. Lelaki seperti itu akan
berjalan di perempatan, mengenakan pakaian lusuh, dengan membawa tulisan. “Tolong
bantu saya mencari pasangan. Saya sudah jomblo 10 tahun.” Tidak hanya lelaki
lusuh, saya yakin akan ada pula LSM peduli jomblo yang berunjuk rasa menuntut
kepedulian perempuan di bundaran HI. Bahkan, jika para fakir cinta sudah tidak
terkendali, pemerintah akan turun tangan dengan mengalokasikan sebagian APBN
untuk menyantuni pria fakir cinta.
Ini Cassandra Lee.
Anda pasti kenal dengan Pevita Pearce, Cassandra Lee,
Kimberly Ryder, Shae, Dahlia Poland dan masih banyak lagi nama-nama figur
publik lain yang lahir dari ibu asal Indonesia dan ayah dari luar negeri alias ayah
asing. Jika dunia hiburan saja sudah dikuasai oleh makhluk-makhluk setengah
asing, tidak menutup kemungkinan sektor-sektor lain juga dikuasai oleh mereka.
Para sutradara film sudah terlalu mendewakan wajah-wajah setengah Indonesia.
Tengok saja film Tiger Boy karya
Nayato Fio Nuala alias Koya Pagayo alias Ian Jacobs alias Pingkan Utari. Entah
siapa nama aslinya. Mungkin dia adalah buronan yang sedang menyamar menjadi
sutradara dengan film kelas bekicot. Dalam film tersebut, ada empat manusia
setengah asing yang mendapatkan peran dalam film yang diproduseri oleh Chand
Parwez itu. Jujur, bagi sebagian besar orang, akting keempatnya tidak spesial,
istimewa, rasa keju, atau original. Cassandra Lee dalam film itu berperan
sebagai gadis betawi. Cukup aneh bagi saya. Masih banyak talenta asli betawi
yang jauh lebih pantas memerankan gadis betawi seperti Laila Sari daripada
Cassandra yang jelas-jelas bukan betawi asli.
Saya tidak ingin laki-laki asli Indonesia terjajah di
negeri sendiri akibat perempuan yang terlalu mengagungkan pria asing. Saya
khawatir, saking banyaknya pria asing, sampai-sampai lelaki asli Indonesia
harus memakai paspor dan visa untuk tinggal di negerinya sendiri. Saya tidak
ingin melihat laki-laki Indonesia berpakaian lusuh duduk di trotoar, kehausan
cinta dan kelaparan asmara.
Cintailah (pria) produk Indonesia.
0 comments:
Post a Comment
Click to see the code!
To insert emoticon you must added at least one space before the code.