Saturday 31 January 2015

  Jika melihat judul di atas, Anda pasti ingat dengan lagu Jamrud yang sempat terkenal beberapa waktu yang lalu. Dalam lagu tersebut, Jamrud menceritakan kisah sepasang sejoli yang hubungannya sangat erat. Namun, karena si Pria atau si Tejo berubah, sang perempuan atau si Surti kecewa. Dalam tulisan ini, saya tidak akan membahas tentang siapakah Surti, atau siapakah Tejo yang mempopulerkan kata “rakyat nggak jelas”, atau mungkin siapa nama ayah si Surti yang katanya kepala desa itu, bukan pula tentang siapa nama tukang ojek di dekat rumah Tejo, atau siapakah kakek Tejo sebenarnya, bukan, itu semua tidak akan ada di tulisan ini. Saya akan membahas kondisi sosial yang ada di dalam lagu itu dan sampai sekarang masih relevan dengan lingkungan sekitar kita.

  Saya pernah membaca hasil survei di majalah TIME. Dalam rilis survei tersebut, dijelaskan bahwa 23% orang dari 44 negara percaya bahwa ancaman terbesar bagi dunia adalah senjata nuklir, 19% percaya bahwa ketidaksamaan sangat membahayakan bagi dunia, 18% percaya kebencian terhadap agama dan etnis tertentu dapat mengakibatkan efek yang sama, sedangkan polusi dan kerusakan alam menempati posisi keempat dengan 14% dari total populasi yang disurvei. Akan tetapi, menurut bapak saya, keempat faktor di atas tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan kerusakan moral. Karena kerusakan moral, manusia bisa mempergunakan nuklir dengan tidak semestinya. Karena kerusakan moral pula terjadi rasisme dan kebencian terhadap agama tertentu atau bahkan semua agama. Dan, kerusakan moral juga bisa mengakibatkan kerusakan alam.


  Lalu, apa hubungan semua hasil survei di atas dengan Surti dan Tejo? Sebenarnya memang tidak ada hubungannya. Tapi karena saya sudah terlanjur menuliskan hasil survei di paragraf sebelumnya, terpaksa saya sambung-sambungkan meskipun tetap saja tidak nyambung. Jadi, hubungan antara survei, Surti dan Tejo adalah, mereka semua adalah hasil dari kerusakan moral. Si Tejo berubah menjadi pria yang “ganas” karena terpengaruh moral perkotaan yang bebas dan tanpa rasa malu, sedangkan si Surti masih “ndeso” dan perasaan malunya tidak hilang meskipun dia sedikit malu-maluin.

  Selanjutnya, saya tidak akan membahas kerusakan moral dalam tulisan ini. Karena orang yang membahas hal tersebut sudah banyak dan, kalau kebanyakan, nanti bisa sakit perut. Saya sekarang akan membahas tentang lirik lagu “Surti-Tejo” Lirik lagu tersebut sangat mudah dihafal. Bahkan, menurut saya, lebih mudah menghafal lirik lagu tersebut daripada menghafalkan nomor ponsel saya sendiri. Dalam liriknya, ada kata-kata “Mereka melepas rindu di pematang sawah” Saya bingung, mereka mau pacaran atau mau cari belalang?  Selain itu, ada lirik “Tanpa sadar sarung merekapun jadi alas” Yang saya heran, dalam lirik tersebut ada kata “mereka” kalau ada kata “mereka” Pasti maksudnya adalah Surti dan Tejo. Saya maklum kalau Tejo memakai sarung. Karena Tejo adalah seorang laki-laki. Namun, mengapa si Surti memakai sarung? Jangan-jangan si Surti sebenarnya adalah seorang laki-laki. Mungkin nama aslinya Ahmad Surtiyanto. Ah, sudahlah. Saya jadi bingung memikirkan lagu ini.

  Pesan saya, kepada siapapun itu, moral adalah kunci kehidupan manusia. Tanpa moral, kehidupan tak akan ada artinya. Sebagai penutup, saya akan mencantumkan ungkapan yang sering diucapkan oleh asisten rumah tangga di rumah saya, Agustina:
The most important thing in this world is moral. Without moral, there will be no humanity

  Maaf jika Bahasa Inggrisnya sedikit kacau. Asisten rumah tangga saya memang tidak bisa Bahasa Inggris.

0 comments:

Post a Comment