Jika melihat judul di atas, Anda pasti ingat dengan lagu
Jamrud yang sempat terkenal beberapa waktu yang lalu. Dalam lagu tersebut,
Jamrud menceritakan kisah sepasang sejoli yang hubungannya sangat erat. Namun,
karena si Pria atau si Tejo berubah, sang perempuan atau si Surti kecewa. Dalam
tulisan ini, saya tidak akan membahas tentang siapakah Surti, atau siapakah
Tejo yang mempopulerkan kata “rakyat nggak jelas”, atau mungkin siapa nama ayah
si Surti yang katanya kepala desa itu, bukan pula tentang siapa nama tukang
ojek di dekat rumah Tejo, atau siapakah kakek Tejo sebenarnya, bukan, itu semua
tidak akan ada di tulisan ini. Saya akan membahas kondisi sosial yang ada di
dalam lagu itu dan sampai sekarang masih relevan dengan lingkungan sekitar
kita.
Saya pernah membaca hasil survei di majalah TIME. Dalam
rilis survei tersebut, dijelaskan bahwa 23% orang dari 44 negara percaya bahwa
ancaman terbesar bagi dunia adalah senjata nuklir, 19% percaya bahwa
ketidaksamaan sangat membahayakan bagi dunia, 18% percaya kebencian terhadap
agama dan etnis tertentu dapat mengakibatkan efek yang sama, sedangkan polusi
dan kerusakan alam menempati posisi keempat dengan 14% dari total populasi yang
disurvei. Akan tetapi, menurut bapak saya, keempat faktor di atas tidak ada
apa-apanya jika dibandingkan dengan kerusakan moral. Karena kerusakan moral,
manusia bisa mempergunakan nuklir dengan tidak semestinya. Karena kerusakan
moral pula terjadi rasisme dan kebencian terhadap agama tertentu atau bahkan
semua agama. Dan, kerusakan moral juga bisa mengakibatkan kerusakan alam.
Lalu, apa hubungan semua hasil survei di atas dengan
Surti dan Tejo? Sebenarnya memang tidak ada hubungannya. Tapi karena saya sudah
terlanjur menuliskan hasil survei di paragraf sebelumnya, terpaksa saya
sambung-sambungkan meskipun tetap saja tidak nyambung. Jadi, hubungan antara
survei, Surti dan Tejo adalah, mereka semua adalah hasil dari kerusakan moral.
Si Tejo berubah menjadi pria yang “ganas” karena terpengaruh moral perkotaan
yang bebas dan tanpa rasa malu, sedangkan si Surti masih “ndeso” dan perasaan
malunya tidak hilang meskipun dia sedikit malu-maluin.
Selanjutnya, saya tidak akan membahas kerusakan moral
dalam tulisan ini. Karena orang yang membahas hal tersebut sudah banyak dan,
kalau kebanyakan, nanti bisa sakit perut. Saya sekarang akan membahas tentang
lirik lagu “Surti-Tejo” Lirik lagu tersebut sangat mudah dihafal. Bahkan,
menurut saya, lebih mudah menghafal lirik lagu tersebut daripada menghafalkan
nomor ponsel saya sendiri. Dalam liriknya, ada kata-kata “Mereka melepas rindu
di pematang sawah” Saya bingung, mereka mau pacaran atau mau cari belalang? Selain itu, ada lirik “Tanpa sadar sarung
merekapun jadi alas” Yang saya heran, dalam lirik tersebut ada kata “mereka”
kalau ada kata “mereka” Pasti maksudnya adalah Surti dan Tejo. Saya maklum
kalau Tejo memakai sarung. Karena Tejo adalah seorang laki-laki. Namun, mengapa
si Surti memakai sarung? Jangan-jangan si Surti sebenarnya adalah seorang
laki-laki. Mungkin nama aslinya Ahmad Surtiyanto. Ah, sudahlah. Saya jadi
bingung memikirkan lagu ini.
Pesan saya, kepada siapapun itu, moral adalah kunci
kehidupan manusia. Tanpa moral, kehidupan tak akan ada artinya. Sebagai
penutup, saya akan mencantumkan ungkapan yang sering diucapkan oleh asisten
rumah tangga di rumah saya, Agustina:
The most important thing in this world
is moral. Without moral, there will be no humanity
Maaf jika Bahasa Inggrisnya sedikit kacau. Asisten rumah
tangga saya memang tidak bisa Bahasa Inggris.
0 comments:
Post a Comment