Monday 16 June 2014

  Pecel adalah salah satu kuliner yang saya sukai jika tidak ada pilihan lain. Pecel, dari namanya, sudah bisa ditebak kalau makanan ini adalah makanan asli Jawa. Entah Jawa mana, yang jelas bukan dari Maluku. Pecel merupakan makanan yang terdiri dari beberapa sayur dan lauk yang dicampur dengan nasi dan dibumbui dengan bumbu pecel dan biasa dinikmati dengan (iwak) peyek. Pecel dinamakan pecel karena cara menghidangkannya disiram oleh bumbu pecel. Jika disiram dengan kuah opor namanya pasti bukan pecel, tapi opor. Apalagi jika disiram dengan madu arab, pasti bukan pecel, tapi STMJ. Pecel juga terkenal dengan lauknya yang bisa bermacam-macam. Sesuai selera pembeli dan selera penjual. Pecel juga sangat terkenal di beberapa daerah, sehingga ada beberapa penjual pecel yang mengklaim dirinya sebagai penjual pecel yang berasal dari beberapa daerah asal para penjual pecel. Ada pecel madiun, pecel madura, hingga pecel Mario. Bicara soal Mario, Mario adalah salah satu penjual pecel yang bernama Mario.

  Di kota tempat saya tinggal, banyak sekali penjual pecel. Pecelnya juga bermacam-macam, mulai dari pecel tanpa lauk, pecel tanpa nasi, hingga pecel tanpa pecel. Jika ada orang yang merasa kalau pecel itu tidak enak, orang itu adalah saya. Sebenarnya, saya merasa enak-enak saja kalau makan pecel. Yang tidak enak adalah, ketika saya selesai memakan pecel, saya pasti disuruh membayar pecel yang saya makan. Padahal, yang makan pecel kan saya, bukan penjualnya, tapi kenapa saya disuruh membayar? Aneh kan saya ini.



  Pecel juga merupakan makanan sejuta umat. Mulai dari orang kaya yang pekarangannya lebih besar dari rumahnya, hingga orang miskin yang tinggal di pekarangan rumah orang kaya. Pecel juga tidak pandang usia. Mulai dari anak-anak yang baru belajar makan hingga lansia yang usianya lebih tua dari bumi ini. Semuanya pasti pernah merasakan atau mencicipi makanan yang (katanya) lezat ini. Pecel bahkan sudah merambah dunia internasional. Ada beberapa turis mancanegara yang datang ke Indonesia hanya untuk menikmati pecel yang harganya (kalau diskon) hanya Rp 4000. Dulu memang harga pecel hanya Rp 4000. Saya terakhir kali mengetahui kalau pecel seharga Rp 4000 adalah ketika saya melihat iklan jalan sehat berhadiah pecel gratis. Dalam acara jalan sehat beberapa tahun silam, banyak sekali penjual pecel dan pecelnya seharga Rp 4000. Dan itu hampir semua. Sekarang, setelah kurs rupiah melemah terhadap dollar, pecel juga ikut menjadi korban. Yang sebelumnya Rp 4000 menjadi Rp 6000 atau Rp 6500. Bahkan, ada pula pecel yang harganya Rp 10000 per porsi. Saya sebagai seorang remaja kere cukup terganggu dengan kenaikan harga pecel yang semakin lama semakin mahal. Harusnya pemerintah memberi subsidi kepada pecel, bukan hanya pada BBM. Padahal, memasak pecel tidak memakai bahan bakar bersubsidi, sehingga tidak termasuk pemborosan BBM. Oleh karena itu, hendaknya pemerintah menjadikan pecel sebagai warisan budaya karena memasak dan memakan pecel merupakan budaya bangsa yang wajib dilestarikan. Karena, kalau Tak ada pecel, penjual pecel bukanlah siapa-siapa.

0 comments:

Post a Comment