Sudah 10 tahun saya tinggal di kota yang penuh dengan kemalangan
bernama Malang. Sesuai namanya, Kota Malang memang patut dikasihani karena
kondisinya yang memang serba kasihan hingga saya sebagai orang melas juga ikut
mengasihani Malang.
Kota Malang lahir 100 tahun yang lalu. Waktu itu, nenek
saya belum lahir. Saya tidak bisa membayangkan jika nenek saya bisa mencapai
usia 100 tahun. Pasti nenek saya amat sangat cerewet. Karena, di usia 75 tahun
saja, nenek saya jauh lebih cerewet dari adik saya yang terlahir dalam keadaan
cerewet.
Malang yang sekarang beda dengan Malang yang dulu. Banyak
orang yang beranggapan seperti itu. Menurut saya, anggapan itu benar. Memang,
Kota Malang tidak seperti dulu. Salah satunya adalah soal usia Kota Malang.
Dulu, waktu tahun 2004, Kota Malang berusia 90 tahun. Tiba-tiba, pada tahun
2014 Kota Malang sudah berusia 100 tahun. Selain itu, perbedaan mencolok juga
terdapat pada penggunaan teknologi. Dulu, tahun 2003 orang masih belum ada yang
memakai Windows 8 di
komputer, karena memang belum ada. Sekarang, jangankan di komputer, Windows 8
untuk telepon umum mungkin sudah ada.
Ada yang menyebut Malang sebagai kota bunga. Salah satu
faktor pendukung dari julukan “kota bunga” adalah karena banyaknya taman di
Malang. Pada Kenyataanya, taman di Malang memang cukup banyak tetapi tidak terawat. Salah satu bukti
tidak terawatnya taman adalah banyaknya waria yang bebas berkeliaran di
beberapa taman di Malang. Selain waria, juga banyak PKL yang dengan beraninya
mangkal di sudut-sudut taman. Bahkan, ada juga waria yang jadi PKL. Jujur, saya
enek melihat PKL waria. Saya pernah beli cilok yang dijual oleh PKL
“jadi-jadian” yang mangkal di alun-alun. Ketika menunggu cilok dibungkus, paha
saya dicolek-colek oleh si waria. Saya pun balas mencolek paha si waria. Lalu,
tangan saya juga dipegang dengan mesra ketika saya mau mengambil bungkusan
cilok yang masih hangat. Saya juga mengelus tangan waria itu dengan sangat
mesra. Dia menatap mata saya dengan penuh kelembutan, saya juga menatapnya
dengan penuh rasa jijik. Hingga akhirnya, cilok saya selesai dibungkus dan saya
meninggalkan PKL itu dengan penuh rasa jijik dan kotor. Tetapi, Dia tidak
memperbolehkan saya pergi. Saya takut, jangan-jangan waria ini sudah jatuh
cinta dengan saya. Tak lama berselang, Dia berkata kepada saya, “Maaf, sampeyan
belum bayar Mas.”
Selain kondisi taman yang memprihatinkan, Kota Malang juga
masih sangat kurang kualitasnya di bidang sarana umum. Salah satunya, jembatan
penyebrangan yang kotor dan bau pesing seperti toilet umum. Saya pernah
merasakan pesingnya jembatan penyebrangan. Meski begitu, saya juga pernah
kencing di jembatan penyebrangan. Saya merasa bangga bisa kencing di jembatan
penyebrangan karena kencing saya bisa meluncur dengan indah seperti air terjun.
Ketika itu, saya dimarahi oleh salah satu pejalan kaki karena air seni saya
dengan tidak sengaja mengenai seorang pejalan kaki yang sedang menyebrang di
bawah jembatan.
Semoga Kota Malang bisa segera berbenah. Karena, jika tidak
segera memperbaiki diri, Kota Malang harus berganti nama menjadi “Kota Yang
Malang”
0 comments:
Post a Comment
Click to see the code!
To insert emoticon you must added at least one space before the code.