Wednesday 21 January 2015

  Beberapa waktu yang lalu, saya muntah. Bau muntahan saya sangat tidak enak. Seperti bau orang yang tidak mandi dua bulan. Karena saya muntah, saya harus membersihkan toilet karena muntahan saya tercecer ke mana-mana. Kalau saya boleh memilih, lebih baik saya muntah berkali-kali daripada harus membersihkan toilet yang penuh muntahan satu kali saja. Karena, toilet tanpa muntahan saja sudah bau, apalagi toilet yang penuh dengan muntahan. Pasti sudah sangat bau sebau-baunya bau.

  Karena saya muntah, saya merasa tidak enak badan. Akhirnya, saya beristirahat sebentar sambil melihat pemandangan di dalam kamar mandi saya yang masih bau. Ketika saya melihat kamar mandi saya yang masih bau, saya jadi teringat dengan tempat pembuangan akhir di dekat SD saya dulu.

  Waktu saya masih SD, saya memang sering bermain ke TPA. Saya bermain ke sana karena di TPA saya bisa menemukan barang-barang unik. Saya pernah menemukan mobil-mobilan yang berwarna emas kecoklatan. Setelah saya teliti kembali, sebenarnya mobil itu hanya berwarna emas. Warna coklat itu ternyata berasal dari kotoran manusia yang ikut tertumpuk bersama mobil-mobilan.


  Selain menemukan mobil-mobilan, saya juga pernah menemukan kardus mie instan beserta isinya yang masih utuh. Walau masih utuh, ternyata mie instannya sudah kadaluwarsa dua tahun yang lalu. Selain mie instan, di TPA juga terdapat makanan lain seperti bubur instan yang sudah kadaluwarsa 7 bulan, sereal rasa coklat yang baunya seperti bau kentut, bahkan kacang kulit yang kulitnya sudah panuan.

  Kembali lagi ke soal muntah, saya akhirnya minta dikeroki oleh ibu saya. Dan ibu saya pun mau mengeroki saya. Padahal saya belum mandi dua hari. Waktu mengeroki saya, ibu saya tidak memakai koin. Tapi memakai linggis. Katanya, biar sakitnya cepat menghilang. Memang sakit perut saya berhasil dihilangkan. Tapi saya malah menjadi sakit punggung gara-gara dikerok dengan linggis.

  Setelah saya sembuh, saya jadi rindu dengan suasana TPA tempat saya bermain. Suara pemulungnya, aroma sampahnya, bahkan momen ketika saya dikejar-kejar pengepul barang bekas karena mengambil kardus bekas satu kilogram tetapi tidak membayar. Suatu saat, saya ingin TPA di Indonesia menjadi TPA berkelas Internasional. Pemulungnya sudah tidak usah pakai kaos lusuh lagi, tapi sudah harus pakai jas dan kemeja berdasi. Sampahnya juga tidak bau lagi, bahkan kalau bisa sampahnya jadi wangi. Lebih wangi dari parfum Bvlgary.

0 comments:

Post a Comment