Tuesday 10 February 2015

  Akhir-akhir ini, semakin banyak orang yang menguasai Bahasa Inggris. Banyak pula yang sok menguasai. Maksud dari sok menguasai ini adalah orang yang menguasai tetapi tidak memakainya dengan benar. Contohnya, orang yang mencampur Bahasa Inggris dengan Bahasa lain, seperti Bahasa Indonesia, Bahasa Jawa, atau bahkan mencampur Bahasa Inggris dengan Bahasa Inggris.

  Seburuk-buruknya orang yang menguasai Bahasa Inggris tetapi sok menguasai, orang yang tidak menguasai tapi sok menguasai masih jauh lebih buruk.  Contohnya, Vicky “statusisasi” Prasetyo. Vicky menjadi tokoh populer karena hampir menikah dengan salah satu penyanyi dangdut lulusan SD. Si penyanyi dangdut ini rupanya kesengsem dengan kekayaan Vicky yang sebenarnya hanya rekayasa dan rayuan manisnya yang ngelantur bin ngawur. Bahkan, ketika Vicky berbicara di depan awak media pun, si penyanyi dangdut ini tidak merasa janggal dengan kata-kata Vicky seperti “labil ekonomi” “statusisasi” dan “kontroversi hati” Sungguh sial nasib si penyanyi dangdut ini. Semoga saja ia tidak mendapatkan lelaki yang lebih parah dari si Vicky.


  Apa hubungan antara Vicky dan Bahasa Inggris yang dicampur-campur? Sebenarnya, tidak ada hubungannya. Saya hanya menghubung-hubungkan Vicky dengan masalah bahasa agar tulisan saya menjadi lebih panjang. Karena tidak ada hubungannya, saya terpaksa menghubung-hubungkan agar terlihat seperti berhubungan satu sama lain padahal, hubungannya tidak berhubungan dengan hubungan itu.

  Banyak aktris, aktor, penyanyi, pejabat yang memakai Bahasa Indonesia “gado-gado” atau bahasa campuran. Kalau kita lihat beberapa tahun yang lalu, sudah ada penyanyi yang tidak bisa menyanyi bernama Cinta Laura yang memakai bahasa campuran. Selain itu, masih ada nama-nama lain seperti Kamasean, Raline Shah, hingga Marshanda yang sok memakai Bahasa Inggris yang dicampur dengan Bahasa Indonesia sehingga membuat identitas Bahasa Indonesia semakin kabur karena bahasa yang tidak jelas.
  
  Saya takut, akan ada bahasa baru bernama Indonenglish. Seperti Singlish di Singapura. Mungkin Bahasa Indonenglish seperti ini: “Aku walking-walking together with my family di taman flower, terus aku ketemu tukang garbage yang lagi mungutin maichi chips di side street. Terus, tukang garbagenya makan maichi chips yang udah bau undelicious. Abis dimakan, tukang garbagenya stomach hurt dan langsung pergi ke toilet yang ada inside the park. Keluar dari toilet, tukang garbagenya feel free dan langsung working again. Udah deh, that’s my cerita waktu aku jalan-jalan yesterday lusa.”


  Hancur kan, bahasanya? Itulah yang saya khawatirkan kalau ada Bahasa Indonenglish di Indonesia. Mudah-mudahan orang yang bahasanya dicampur-campur bisa tobat dan kembali ke jalan yang benar. Dan semoga Vicky Prasetyo sehat selalu agar kita semua bisa merasa lebih percaya diri karena ada orang yang jauh lebih buruk dari kita. 

0 comments:

Post a Comment