Pecel adalah salah satu kuliner yang saya sukai jika
tidak ada pilihan lain. Pecel, dari namanya, sudah bisa ditebak kalau makanan
ini adalah makanan asli Jawa. Entah Jawa mana, yang jelas bukan dari Maluku.
Pecel merupakan makanan yang terdiri dari beberapa sayur dan lauk yang dicampur
dengan nasi dan dibumbui dengan bumbu pecel dan biasa dinikmati dengan (iwak)
peyek. Pecel dinamakan pecel karena cara menghidangkannya disiram oleh bumbu
pecel. Jika disiram dengan kuah opor namanya pasti bukan pecel, tapi opor.
Apalagi jika disiram dengan madu arab, pasti bukan pecel, tapi STMJ. Pecel juga
terkenal dengan lauknya yang bisa bermacam-macam. Sesuai selera pembeli dan
selera penjual. Pecel juga sangat terkenal di beberapa daerah, sehingga ada
beberapa penjual pecel yang mengklaim dirinya sebagai penjual pecel yang
berasal dari beberapa daerah asal para penjual pecel. Ada pecel madiun, pecel madura,
hingga pecel Mario. Bicara soal Mario, Mario adalah salah satu penjual pecel
yang bernama Mario.
Di kota tempat saya tinggal, banyak sekali penjual pecel.
Pecelnya juga bermacam-macam, mulai dari pecel tanpa lauk, pecel tanpa nasi,
hingga pecel tanpa pecel. Jika ada orang yang merasa kalau pecel itu tidak
enak, orang itu adalah saya. Sebenarnya, saya merasa enak-enak saja kalau makan
pecel. Yang tidak enak adalah, ketika saya selesai memakan pecel, saya pasti
disuruh membayar pecel yang saya makan. Padahal, yang makan pecel kan saya,
bukan penjualnya, tapi kenapa saya disuruh membayar? Aneh kan saya ini.
Pecel juga merupakan makanan sejuta umat. Mulai dari
orang kaya yang pekarangannya lebih besar dari rumahnya, hingga orang miskin
yang tinggal di pekarangan rumah orang kaya. Pecel juga tidak pandang usia.
Mulai dari anak-anak yang baru belajar makan hingga lansia yang usianya lebih
tua dari bumi ini. Semuanya pasti pernah merasakan atau mencicipi makanan yang
(katanya) lezat ini. Pecel bahkan sudah merambah dunia internasional. Ada
beberapa turis mancanegara yang datang ke Indonesia hanya untuk menikmati pecel
yang harganya (kalau diskon) hanya Rp 4000. Dulu memang harga pecel hanya Rp
4000. Saya terakhir kali mengetahui kalau pecel seharga Rp 4000 adalah ketika
saya melihat iklan jalan sehat berhadiah pecel gratis. Dalam acara jalan sehat
beberapa tahun silam, banyak sekali penjual pecel dan pecelnya seharga Rp 4000.
Dan itu hampir semua. Sekarang, setelah kurs rupiah melemah terhadap dollar,
pecel juga ikut menjadi korban. Yang sebelumnya Rp 4000 menjadi Rp 6000 atau Rp
6500. Bahkan, ada pula pecel yang harganya Rp 10000 per porsi. Saya sebagai
seorang remaja kere cukup terganggu dengan kenaikan harga pecel yang semakin
lama semakin mahal. Harusnya pemerintah memberi subsidi kepada pecel, bukan
hanya pada BBM. Padahal, memasak pecel tidak memakai bahan bakar bersubsidi,
sehingga tidak termasuk pemborosan BBM. Oleh karena itu, hendaknya pemerintah
menjadikan pecel sebagai warisan budaya karena memasak dan memakan pecel
merupakan budaya bangsa yang wajib dilestarikan. Karena, kalau Tak ada pecel,
penjual pecel bukanlah siapa-siapa.
0 comments:
Post a Comment